Laman

Rabu, 07 April 2010

Jawara

Otak Brilian di Luar Negeri
Koran SI
Senin, 18 Januari 2010 - 16:35 wib

RIBUAN peneliti dan akademisi Indonesia tersebar di seluruh dunia. Kemampuan mereka tidak diragukan lagi karena mendapatkan kepercayaan untuk posisi-posisi penting. Hal yang lebih membanggakan, banyak dari mereka yang saat ini masih berusia muda. Sebut saja Dr Rer Nat Johny Setiawan. Pria kelahiran Jakarta 1974 ini menjadi peneliti di Institut Max Planck untuk Astronomi di Heidelberg, Jerman.

Dia merupakan astronom muda yang banyak menorehkan prestasi di tingkat internasional. Penemuannya diakui dunia, diberitakan di majalah dan jurnal internasional, serta di press release European Southern Observatory dan National Geographics Germany. Dia bergabung sebagai peneliti post-doctoral di MPIA, di Department of Planet and Star Formation (Prof Dr Thomas Henning) sejak Juni 2003.

Di tahun yang sama pula ia mulai memimpin penelitian di observasi bintang dan planet ESO La Silla. Selain itu, ia juga bekerja secara khusus di sejumlah proyek, seperti ESPRI (Pencarian Planet dengan PRIMA/ Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond Astrometry). Pada Juni 2005, kelompok astronom Eropa dan Brasil di bawah pimpinannya berhasil menemukan sebuah planet ekstrasurya (eksoplanet) yang diberi nama HD 11977 b.

Pada Januari 2008 tim peneliti Institut Max Planck (MPIA) yang dipimpinnya menemukan benda asing yang diberi nama TW Hya b yang TW Hydrae itu berada di konstelasi Hydra yang berjarak 180 tahun cahaya dari bumi. Penemuan ini dipublikasikan Nature vol 451, 38 yang terbit 2 Januari 2008. Planet tersebut masih dalam piringan cakram debu dan gas yang mengelilingi bintang induknya.

Johny mendapatkan gelar Dr Rer Nat pada 2003 dari Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg, Jerman. Johny bersama timnya memang memfokuskan penelitian dalam planet ekstrasurya (yaitu planet di luar sistem tata surya), variabilitas atmosfer bintang raksasa dan proses pembentukan tata surya. Sekaligus secara tidak langsung juga mencari kehidupan lain di luar bumi.

Setidaknya, dari penelitian bersama timnya, dia telah memublikasikan beberapa planet. Kini, dia sedang menyiapkan publikasi bagi planet-planet lain yang berhasil ditelitinya. Jika Johny di bidang astronomi banyak lagi ilmuwan Indonesia yang bergerak di bidang lain. Misalnya Khoirul Anwar yang saat ini menjadi peneliti di Jepang dan berhasil merombak pakem efisiensi alat komunikasi, seperti telepon seluler.

Hasilnya, meningkatkan kecepatan data yang dikirim. Penelitian ini merupakan salah satu yang berhasil dipatenkan Khoirul. Paten lain yang berhasil didapat Khoirul adalah pencapaian kecepatan yang lebih tinggi dari guard interval (GI). Banyak yang menilai ini mustahil, namun dia berhasil. Khoirul sebelumnya adalah alumni Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Elektro. Kini dia menjadi asisten profesor di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST), Jepang.

Di perguruan tinggi itu, dia juga mengajar mata kuliah dasar engineering. Penelitian terus dia lakukan sambil membimbing mahasiswa. Bukan hanya di bidang science, di bidang lain banyak peneliti Indonesia yang berhasil berkibar di luar negeri. Misalnya DR Nasir Tamara, yang ditunjuk menjadi peneliti di Pusat Hubungan Internasional Harvard University di bawah Prof Samuel Huntington dan di Fakultas Queen Elizabeth Oxford University.

Jabatan sebagai peneliti di universitas paling beken di Inggris itu tentunya tidak didapat dengan mudah dan bukan juga karena kebetulan. Integritas dan kemampuannya telah diuji sehingga dipercaya menjadi peneliti. Nasir kini menerbitkan dan menjadi editor serta menerjemahkan lebih dari 15 buku. Di antaranya US Influence and Indonesian Elite, Iran Revolution, The War between Iran and Iraq, Indonesia in the Wake of Islam, Encyclopedia of Islam in Asia.

Bahkan hasil buah pikirnya menjadi referensi di berbagai publikasi internasional utama, seperti Bloomberg TV, Time (AS), International Herald Tribune, The New York Times. Keahlian Nasir adalah di bidang pembangunan ekonomi dan politik. Dia juga merupakan peneliti East West Center di Honolulu, Hawai. Dia memperoleh pendidikan dan mendapatkan gelar master di bidang ilmu politik dan kemudian Ph.D bidang Sejarah Asia Tenggara dan Antropologi di University of Paris, Prancis.

Saat ini, dengan adanya organisasi Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), semua ilmuwan yang tersebar di berbagai penjuru dunia hendak dihimpun. Tapi, bukan untuk mengajak mereka semua kembali ke Indonesia. Sebagaimana dipublikasikan dalam situs resmi organisasi yang diresmikan pada Oktober 2009 itu (www.1- 4.or.id), setidaknya ada 388 ilmuwan yang bekerja di sejumlah organisasi ternama di dunia.

Di AS misalnya mereka tersebar di Harvard University, California Institute of Technology, Columbia University, Temple University dan lainnya. Sementara di Inggris ada yang berkarier di Oxford University. Menurut salah satu Anggota Muda 1-4 Hendri Tanjung, ada beberapa hal yang menjadi agenda I-4 untuk dilaksanakan. Pertama membuat data base orang-orang Indonesia yang menjadi staf pengajar, riset atau profesor di luar negeri.

Kedua, memfasilitasi orang-orang Indonesia yang mau berangkat ke luar negeri, baik untuk studi S1, S2, S3 maupun post doctoral. Lalu, prioritas lainnya adalah membantu teman-teman mereka yang masih di Indonesia untuk memublikasikan tulisan (paper-nya) di jurnal-jurnal internasional. Dengan begitu, nama Indonesia di kancah internasional akan semakin diperhitungkan.

Dua Saudara

Bagi kebanyakan warga AS, nama Sutardja (Sehat dan Pantas Sutardja) tentunya tidak lazim terdengar. Namun dua bersaudara Sehat dan Pasti Soetardja telah lama menjadi pebisnis sukses di negeri Paman Sam tersebut. Berbendera Marvell Technology Group, dua bersaudara itu turut dalam perkembangan perekonomian AS. Perusahaan yang bergerak di bidang semikonduktor ini terdaftar di indeks bursa NASDAQ New York Stock Exchange dengan kode saham MRVL.

Pada 2007, Majalah Forbes memasukkan keduanya dalam kategori Exclusive Billioners Club untuk pertama kalinya dengan kekayaan bersih sebesar USD1 miliar. Marvell sendiri didirikan pada 1995 silam oleh Sehat dan istrinya beserta saudaranya, Pantas. Sejak kecil, Sehat bercita-cita berkarier dibidang elektronik. Karier itu benar-benar “dirintisnya” dengan menjadi tukang reparasi TV dan radio pada tahun 1970-an.

Ketika masih kuliah, Sehat bekerja kepada Paul Gray, seorang mantan profesor EECS yang juga seorang ahli analog integrated circuit design. Awalanya dua saudara ini bekerja di perusahaan yang berbeda. Meski begitu mereka fokus dalam dunia digital. Dari pengalaman bekerja di bidang analog dan digital itulah muncul ide untuk menggabungkannya. Lantas pada 1995 mereka mendirikan Marvell. Di awal bisnisnya dua bersaudara ini mengalami kesulitan.

Karena sebagai pemain baru mereka berhadapan dengan kompetitor yang sudah besar. Ketika produk pertama muncul, mereka berjuang meyakinkan calon konsumen bahwa produk mereka pantas dipilih. Seiring dengan perjalanan waktu, kesulitan itu berubah menjadi kesuksesan. Marvell menjadi perusahaan semikonduktor yang cukup ternama dan terkenal secara internasional. Di pasaran, produk-produknya digunakan sekira 50 persen prosesor hard disk.

Belum lagi chip yang mereka ciptakan untuk ditanamkan pada ponsel. Pada 2006 perusahaan milik Sutardja bersaudara ini menarik perhatian dunia karena aksinya membeli salah satu divisi dari mikroprosesor, Intel. Divisi yang dibeli itu adalah Xscale Processor. Saat ini Marvell memiliki lebih dari 5 ribu karyawan. Perusahaan ini memiliki pusat-pusat desain di Aliso Viejo, Arizona, Colorado, Massachusetts, San Diego dan Santa Clara.

Di luar AS, Marvell memiliki pusat desain di Jerman, India, Israel, Italia, Jepang, Singapura, dan Taiwan serta sejumlah kantor penjualan di seluruh dunia. Salah satu kunci keberhasilan Marvell adalah pengembangan yang tidak pernah henti dilakukan. Pada pertengahan tahun lalu misalnya, Marvell telah mengembangkan sebuah komputer dengan harga yang akan mencapai sekira Rp400.000 per unit.

Komputer ini memiliki ukuran kecil. Komputer yang diberi nama Plug Computer walaupun berukuran kurang lebih hanya satu genggaman tangan, dikembangkan dengan prosesor buatan Marvell. Sukses dua bersaudara Sutardja menjadi salah satu bukti bahwa orang Indonesia bisa bersaing di kancah internasional.